Public Spaces
Photocopying and Printing Center
Lecture materials for each cource are available in the Photocopy Center on the 1st floor. There are 2 printers in the Photocopy Center and three printers in Digital Architecture Laboratory which serve the students to print images.
Perkusi
Departemen dalam Himpunan Mahasiswa Arsitektur (HMA) yang bertujuan menampung dan mengembangkan bakat mahasiswa dalam mengolah komposisi suara yang dikemas dalam format perkusi. Dalam perkembangannya olah perkusi ini dipadukan dengan berbagai alat musik yang beraga, ataupun dengan berbagai benda yang tidak lazim digunakan sebagai alat musik namun dapat menghasilkan suara yang sangat menarik.
Sakarepe percusion merupakan sekumpulan mahasiswa yang senang bermusik khususnya yang beraliran kontemporer dan permainan alat musik pukul. Dengan peralatan musik yang sederhana seperti kaleng cat bekas, bambu, wajan, panci, ember bekas, djembe dan lain-lain dan dengan bermodalkan stick mereka mampu memainkan sebuah komposisi yang baik.
akarepe percusion lahir di awal tahun 2001. Sebelum bernama Sakarepe Percusion, mereka memiliki nama Archpecio (Architecture Percussion) dan Sepultura (Seni Pukul Arsitektur). Kelompok ini sering diundang untuk mengisi acara baik di dalam kampus maupun di luar kampus, diantaranya
Supersemarch
Kegiatan tahunan HMA, di bawah departemen kelembagaan yang bertujuan melatih dan menggali potensi mahasiswa dalam berkegiatan dan berorganisasi, khususnya bagi mahasiswa baru. Dalam perkembangannya event ini dapat menampilkan acara-acara baik di dalam lingkup arsitektur maupun di luar lingkup arsitektur.
Himpunan Mahasiswa Arsitektur
Organisasi mahasiswa arsitektur yang bertanggung jawab terhadap setiap kegiatan yang melibatkan mahasiswa. Dalam kinerjanya, HMA berada di bawah struktur Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan dan berkoordinasi aktif dengan pihak Jurusan Arsitektur.
Contact: Rudi Adi Putra (Arch 04)
SUSBEC
SUSBEC (Sustainable Built Environment Center) merupakan pengembangan dari CTAS (Center for Tropical Architecture Study) yang telah lebih dahulu eksis sejak tahun 2002.
Contact: Dr. Ir. Sugini, MT.
Research | Design Umbrella
Arsitektur yang pada esensinya bersifat porous, memungkinkan adanya beberapa entri dari disiplin ilmu lain serta kelompok bidang keahlian untuk dikolaboratifkan. Multidisplin inilah yang digunakan Jurusan Arsitektur, Universitas Islam Indonesia sebagai salah satu cara kreatif dalam menyelesaikan permasalahan serta mendorong adanya penemuan kemungkinan-kemungkinan baru di dunia arsitektur. Tidak hanya itu, upaya multidisiplin ilmu ini juga merupakan bagian dari rekayasa lingkungan binaan secara utuh.
Multidisplin ini diwujudkan Jurusan Arsitektur melalui desain studi (research design) yang menghasilkan pusat studi yang variatif, sensitif serta responsif terhadap gejala-gejala yang diekspresikan dunia saat ini. Disintegrasi sosial, kepadatan penduduk, kaum marjinal, sistem ekologi, perubahan iklim, peningkatan kemutakhiran teknologi, minimalnya persentase lahan terbuka hijaupun turut menjadi fokus perhatian dan dirumuskan dalam pencarian solusi permasalahan oleh Jurusan Arsitektur dalam pusat studinya. Diharapkan dengan menjawab tantangan global saat ini melalui penggunaan pendekatan pusat studi dalam riset dan perancangan dapat dicapai masa depan yang lebih ‘manusiawi’ dan lingkungan binaan yang selaras.
Hasil rumusan yang telah dilakukan Jurusan Arsitektur melalui pusat-pusat studi diantaranya:
Beberapa pusat studi tersebut diantaranya telah diperkenalkan Jurusan Arsitektur melalui seminar reguler, diskusi formal dan non-formal, mata kuliah Perancangan Arsitektur serta pada Tugas Akhir. Sedangkan, untuk mendorong adanya penyebarluasan gagasan ilmiah dalam berbagai pusat studi, Jurusan Arsitektur telah menciptakan Jurnal Pendidikan Arsitektur (JPA) sebagai wadah diskursif untuk kelompok penelitian, kuliah, tutor dan mahasiswa. Menurut Ketua Jurusan Arsitektur, Dr. Ing. Ilya Fadjar Maharika IAI, JPAI berusaha menghubungkan dunia pendidikan dengan ilmu membangun (building science) serta praktek arsitektur dengan pendekatan multikultural dan partisipatif.
CSD: | Center for Socius Design. |
CREATE: | Center for Sustainable Real Estate. |
SUSBEC: | Sustainable Built Environment Centre |
CITAR: | Center for Islamic and Nusantara Traditional Architeture |
C-GUS: | Center for Green Urban Studies |
CAABTES: | Center for Architectural Appropriate and Building Technologies. |
CEETS: | Center for Environmental Engineering and Technologies Studies. |
Disusun oleh : Arini Yuliandari
CSD
CSD (CENTER FOR SOCIUS DESIGN)
Pada masa kini, kita diadaptasikan untuk bisa menerima bentuk ruang insular ke dalam ruang hidup yang sejalan pola-pola gaya hidup baruakibat adanya proses adaptasi masyarakat kita. Proses adaptasi ini berlangsung bukan hanya tanpa konflik, akan tetapi juga meninggalkan jejak permasalahan terlebih ketika lapisan dasar masyarakat kita masih sangat kental dengan kehidupan yang cair – kekeluargaan – informal. Proses ini secara arsitektur memiliki efek samping karena insularisasi ruang juga telah menciptakan batas-batas yang tak terlintasi oleh masyarakat secara sosial, ekonomi dan budaya.
Dalam konteks inilah Center for Socius Design (CSD) berpendapat bahwa dimensi teritorial dan identitas yang terinsularasi itu harus dicari solusinya yakni solusi yang sesuai dengan kehidupan masyarakat kita. CSD merupakan wahana untuk eksperimentasi arsitektural yang secara langsung memihak pada usaha untuk mencari keseimbangan, mempromosikan rekonsiliasi dan kesesuaian agar lebih berkelanjutan secara sosial.
Melalui CSD Anda diundang untuk berpikir kritis – out of the box – dalam menghadapi persoalan nyata tersebut. CSD beranggapan bahwa walaupun masalah yang dihadapi sepertinya “klise” namun justru diperlukan solusi-solusi disain yang tidak klise, mungkin radikal, karena nyata-nyata persoalan klise itu tak kunjung selesai dengan pendekatan konvensional kontemporer. Keberanian melontarkan ide konstruktif sangat dihargai!
SUB TEMA PUSAT STUDI CENTER FOR SOCIUS DESIGN
- Proto Urban Condition: Mapping Urban Qualities And Its Architectural Intervention
Sub tema ini berfokus pada usaha memahami kondisi “proto urban”. Istilah tersebut dibuat untuk menunjuk pada dua hal yakni lingkungan binaan yang belum menjadi kota serta lingkungan binaan yang telah menjadi “bentuk generik” karakter kota. Kota tepian sungai, kampung kota, gejala sprawl di pinggiran kota, blok-blok bangunan yang menciptakan “ruang kosong” adalah bentuk- bentuk generik yang perlu diperhatikan karena ruang-ruang tersebut seringkali dipinggirkan. Dalam sub tema ini, arsitek ditantang untuk dapat mencari bentuk, mencari problematikanya serta mengintervensinya melalui desain.
- Arch/In/Formal/Tecture: Accommodating The Informalities Through Architecture
Seringkali istilah informalitas merupakan antonym dari konsep formal dan konsep ini bisa sangat menyesatkan. Dalam sub tema ini, informalitas tidak dimaknai seperti itu akan tetapi sebagai sebuah model pengkotaan, sebuah sistem norma yang mengatur perkembangan “mode of urbanization” yakni sebagai kota itu sendiri (Roy & AlSayyad, 2004). Dengan demikian, arsitek ditantang untuk memahami norma tertentu dan menciptakan model-model arsitektural yang berbasis pada norma itu yang dalam perspektif lebih luas harus mengacu pada norma yang sustainable dan pro poor.
- Urban Retrofitting: An Experiment With Alien Functions
Seringkali projek arsitektur dimulai dari “kertas kosong” atau tapak yang dianggap kosong. Lalu bagaimana jika rancangan memang dimulai dari konsep yang ditujukan untuk menyelipkan sebuah (fungsi) tambahan di bangunan yang telah ada sebelumnya? Bagaimana arsitek harus beadaptasi bila sebuah dormitory diselipkan di kampus atau mall? Atau memasukkan pasar untuk museum atau pabrik?
- High Density Dwelling: Representing And Incorporating Social Relation
Bagi masyarakat Indonesia yang dominan “berbasis hidup di muka tanah”, permasalahan yang sering diklaim oleh para sosiologis dan behaviorist adalah kehidupan vertikal akan menceraiberaikan relasi sosial. Bagaimana sebenarnya relasi sosial yang terjadi di kehidupan permukiman vertikal? Apakah muncul bentuk relasi yang berbeda dengan mereka yang berdempetan secara horisontal? Apakah masih diperlukan relasi semacam kehidupan horisontal di dalam struktur kehidupan permukiman vertikal itu? Bagaimana cara dan bentuknya? Dan masih banyak lagi pertanyaan untuk ini.
Dosen yang ahli di bidang ini:
- Ilya Fajar Maharika, Dr.Ing, IAI (Associate Professor)
- Hastuti Saptorini, Ir, MA (Associate Professor)
- Wiryono Raharjo, PhD (Associate Professor)
- Rini Darmawati, Ir, MT (Assistant Professor)
- Arman Yulianta, Ir, MUP (Lecturer)