Tag Archive for: CSD

Center for Socious Design

Kita kini diadaptasikan untuk bisa menerima bentuk ruang insular ke dalam ruang hidup sejalan dengan beradaptasinya masyarakat kota untuk menerima pola-pola gaya hidup yang juga baru. Namun proses adaptasi ini bukan tanpa konflik terlebih ketika lapisan dasar masyarakat kita masih sangat kental dengan kehidupan yang cair – kekeluargaan – informal. Pertemuan dua sistem ini menjadikan arsitektur mempunyai efek samping karena insularisasi ruang juga telah menciptakan batas-batas yang tak terlintasi oleh masyarakat secara sosial, ekonomi dan budaya. Dalam konteks inilah Centre for Socius Design (CSD) berpendapat bahwa dimensi teritorial dan identitas yang terinsularisasi itu harus dicari jalan perlintasannya yang memitrakan dengan peri kehidupan masyarakat kita. CSD adalah wahana untuk eksperimentasi arsitektural yang secara langsung memihak pada usaha untuk mencari keseimbangan, mempromosikan rekonsiliasi dan kemitraan agar lebih berkelanjutan secara sosial.

 

Dosen yang ahli di bidang ini:

1. Ilya Fajar Maharika, Dr.Ing, IAI (Associate Professor)

2. Hastuti Saptorini, Ir, MA (Associate Professor)

3. Wiryono Raharjo, PhD (Associate Professor)

4. Rini Darmawati, Ir, MT (Assistant Professor)

5.  Arman Yulianto, Ir, MUP (Lecturer)

Sorry, but nothing matched your search criteria. Please try again with some different keywords.

High Density Dwelling: Representing And Incorporating Social Relation

Bagi masyarakat Indonesia yang dominan “berbasis hidup di muka tanah”, permasalahan yang sering diklaim oleh para sosiologis dan behaviorist adalah kehidupan vertikal akan menceraiberaikan relasi sosial. Bagaimana sebenarnya relasi sosial yang terjadi di kehidupan permukiman vertikal? Apakah muncul bentuk relasi yang berbeda dengan mereka yang berdempetan secara horisontal? Apakah masih diperlukan relasi semacam kehidupan horisontal di dalam struktur kehidupan permukiman vertikal itu? Bagaimana cara dan bentuknya? Dan masih banyak lagi pertanyaan untuk ini.

Urban Retrofitting: An Experiment With Alien Functions

Seringkali projek arsitektur dimulai dari “kertas kosong” atau tapak yang dianggap kosong. Lalu bagaimana jika rancangan memang dimulai dari konsep yang ditujukan untuk menyelipkan sebuah (fungsi) tambahan di bangunan yang telah ada sebelumnya? Bagai

Accommodating The Informalities Through Architecture

Seringkali istilah informalitas merupakan antonym dari konsep formal dan konsep ini bisa sangat menyesatkan. Dalam sub tema ini, informalitas tidak dimaknai seperti itu akan tetapi sebagaisebuah model pengkotaan, sebuah sistem norma yang mengatur perkembangan  “mode of urbanization” yakni sebagai kota itu sendiri (Roy & AlSayyad, 2004). Dengan demikian, arsitek ditantang untuk memahami norma tertentu dan menciptakan model-model arsitektural yang berbasis pada norma itu yang dalam perspektif lebih luas harus mengacu pada norma yang sustainable dan pro poor.

Proto Urban Condition: Mapping Urban Qualities And Its Architectural Intervention

Sub tema ini berfokus pada usaha memahami kondisi “proto urban”. Istilah tersebut dibuat untuk menunjuk pada dua hal yakni lingkungan binaan yang belum menjadi kota serta lingkungan binaan yang telah menjadi “bentuk generik” karakter kota. Kota tepian sungai, kampung kota, gejala sprawl di pinggiran kota, blok-blok bangunan yang menciptakan “ruang kosong” adalah bentuk- bentuk generik yang perlu diperhatikan karena ruang-ruang tersebut seringkali dipinggirkan. Dalam sub tema ini, arsitek ditantang untuk dapat mencari bentuk, mencari problematikanya serta mengintervensinya melalui desain.

CSD Study

Pada masa kini, kita diadaptasikan untuk bisa menerima bentuk ruang insular ke dalam ruang hidup yang sejalan pola-pola gaya hidup baruakibat adanya proses adaptasi masyarakat kita. Proses adaptasi ini berlangsung bukan hanya tanpa konflik, akan tetapi juga meninggalkan jejak permasalahan terlebih ketika lapisan dasar masyarakat kita masih sangat kental dengan kehidupan yang cair – kekeluargaan – informal. Proses ini secara arsitektur memiliki efek samping karena insularisasi ruang juga telah menciptakan batas-batas yang tak terlintasi oleh masyarakat secara sosial, ekonomi dan budaya. Dalam konteks inilah Center for Socius Design (CSD) berpendapat bahwa dimensi teritorial dan identitas yang terinsularasi itu harus dicari solusinya yakni solusi yang sesuai dengan kehidupan masyarakat kita. CSD merupakan wahana untuk eksperimentasi arsitektural yang secara langsung memihak pada usaha untuk mencari keseimbangan, mempromosikan rekonsiliasi dan kesesuaian agar lebih berkelanjutan secara sosial. Melalui CSD Anda diundang untuk berpikir kritis – out of the box – dalam menghadapi persoalan nyata tersebut. CSD beranggapan bahwa walaupun masalah yang dihadapi sepertinya “klise” namun justru diperlukan solusi-solusi disain yang tidak klise, mungkin radikal, karena nyata-nyata persoalan klise itu tak kunjung selesai dengan pendekatan konvensional kontemporer. Keberanian melontarkan ide konstruktif sangat dihargai!

CSD

CSD (CENTER FOR SOCIUS DESIGN)

Pada masa kini, kita diadaptasikan untuk bisa menerima bentuk ruang insular ke dalam ruang hidup yang sejalan pola-pola gaya hidup baruakibat adanya proses adaptasi masyarakat kita. Proses adaptasi ini berlangsung bukan hanya tanpa konflik, akan tetapi juga meninggalkan jejak permasalahan terlebih ketika lapisan dasar masyarakat kita masih sangat kental dengan kehidupan yang cair – kekeluargaan – informal. Proses ini secara arsitektur memiliki efek samping karena insularisasi ruang juga telah menciptakan batas-batas yang tak terlintasi oleh masyarakat secara sosial, ekonomi dan budaya.

Dalam konteks inilah Center for Socius Design (CSD) berpendapat bahwa dimensi teritorial dan identitas yang terinsularasi itu harus dicari solusinya yakni solusi yang sesuai dengan kehidupan masyarakat kita. CSD merupakan wahana untuk eksperimentasi arsitektural yang secara langsung memihak pada usaha untuk mencari keseimbangan, mempromosikan rekonsiliasi dan kesesuaian agar lebih berkelanjutan secara sosial.

Melalui CSD Anda diundang untuk berpikir kritis – out of the box – dalam menghadapi persoalan nyata tersebut. CSD beranggapan bahwa walaupun masalah yang dihadapi sepertinya “klise” namun justru diperlukan solusi-solusi disain yang tidak klise, mungkin radikal, karena nyata-nyata persoalan klise itu tak kunjung selesai dengan pendekatan konvensional kontemporer. Keberanian melontarkan ide konstruktif sangat dihargai!

SUB TEMA PUSAT STUDI CENTER FOR SOCIUS DESIGN

  • Proto Urban Condition: Mapping Urban Qualities And Its Architectural Intervention

    Sub tema ini berfokus pada usaha memahami kondisi “proto urban”. Istilah tersebut dibuat untuk menunjuk pada dua hal yakni lingkungan binaan yang belum menjadi kota serta lingkungan binaan yang telah menjadi “bentuk generik” karakter kota. Kota tepian sungai, kampung kota, gejala sprawl di pinggiran kota, blok-blok bangunan yang menciptakan “ruang kosong” adalah bentuk- bentuk generik yang perlu diperhatikan karena ruang-ruang tersebut seringkali dipinggirkan. Dalam sub tema ini, arsitek ditantang untuk dapat mencari bentuk, mencari problematikanya serta mengintervensinya melalui desain.

  • Arch/In/Formal/Tecture: Accommodating The Informalities Through Architecture

    Seringkali istilah informalitas merupakan antonym dari konsep formal dan konsep ini bisa sangat menyesatkan. Dalam sub tema ini, informalitas tidak dimaknai seperti itu akan tetapi sebagai sebuah model pengkotaan, sebuah sistem norma yang mengatur perkembangan “mode of urbanization” yakni sebagai kota itu sendiri (Roy & AlSayyad, 2004). Dengan demikian, arsitek ditantang untuk memahami norma tertentu dan menciptakan model-model arsitektural yang berbasis pada norma itu yang dalam perspektif lebih luas harus mengacu pada norma yang sustainable dan pro poor.

  • Urban Retrofitting: An Experiment With Alien Functions

    Seringkali projek arsitektur dimulai dari “kertas kosong” atau tapak yang dianggap kosong. Lalu bagaimana jika rancangan memang dimulai dari konsep yang ditujukan untuk menyelipkan sebuah (fungsi) tambahan di bangunan yang telah ada sebelumnya? Bagaimana arsitek harus beadaptasi bila sebuah dormitory diselipkan di kampus atau mall? Atau memasukkan pasar untuk museum atau pabrik?

  • High Density Dwelling: Representing And Incorporating Social Relation

    Bagi masyarakat Indonesia yang dominan “berbasis hidup di muka tanah”, permasalahan yang sering diklaim oleh para sosiologis dan behaviorist adalah kehidupan vertikal akan menceraiberaikan relasi sosial. Bagaimana sebenarnya relasi sosial yang terjadi di kehidupan permukiman vertikal? Apakah muncul bentuk relasi yang berbeda dengan mereka yang berdempetan secara horisontal? Apakah masih diperlukan relasi semacam kehidupan horisontal di dalam struktur kehidupan permukiman vertikal itu? Bagaimana cara dan bentuknya? Dan masih banyak lagi pertanyaan untuk ini.

Dosen yang ahli di bidang ini:

  1. Ilya Fajar Maharika, Dr.Ing, IAI (Associate Professor)
  2. Hastuti Saptorini, Ir, MA (Associate Professor)
  3. Wiryono Raharjo, PhD (Associate Professor)
  4. Rini Darmawati, Ir, MT (Assistant Professor)
  5. Arman Yulianta, Ir, MUP (Lecturer)